Minggu, 09 Oktober 2011

Anatomi Media Penyiaran

Oleh: Bapak Paulus Widiyanto (05/10/2011)


Media penyiaran merupakan media yang digunakan untuk menyiarkan atau menginformasikan mengenai hal-hal tertentu. Dengan adanya media penyiaran seperti media televisi dan radio tentunya dapat membantu dan mempermudah penyebaran dan penyampaian informasi sehingga kita dapat dengan mudah mendapatkan informasi yang kita inginkan.

1.      Lembaga atau institusi penyiaran
Media penyiaran pasti dimiliki oleh sebuah lembaga atau institusi. Lembaga penyiaran di Indonesia sangat beragama dapat berupa perusahaan, group, yayasan dan lainnya. Selain itu juga terdapat tiga jenis lembaga penyiaran di Indonesia yaitu lembaga penyiaran publik, swasta dan komunitas.
2.     Badan usaha / Perizinan
Badan usaha dalam lembaga penyiaran yaitu merupakan perizinan. Setiap media penyiaran harus memiliki perizinan untuk siar guna menentukan legal atau ilegalnya media penyiaran tersebut.
3.     Kepemilikan
Media penyiaran harus dimiliki oleh sekelompok orang tertentu. Kepemilikan media penyiaran di Indonesia terdiri dari beragam bentuk kepemilikan perusahaan , ada yang berbentuk perseorangan, badan hukum dan sebagainya.
4.    Konten / isi
Isi atau konten dalam sebuah media penyiaran merupakan infromasi yang disirakan dari media penyiaran tersebut. Isi dalam media penyiaran yaitu berisi program-program acara yang dapat memberikan informasi dan mengihubur audiensnya seperti program musik, berita, acara olahraga, komedi dan sebagainya.
5.     Infrastruktur
Sebagai media penyiaran tentunya juga membutuhkan infrastruktur untuk memanacrakan gelombang siarannya. Infrastruktur yang harus dimiliki oleh sebuah lembaga penyiaran untuk menjalankan aktivitasnya antara lain frekuensi (analog/digital), teknologi informasi . antena pemancar, satelit dan kabel.
6.     Revenue / pendapatan
Pendapat media penyiaran biasanya berasal dari iklan yang masuk dalam media mereka. Selain itu pendapatan lain yang diperoleh oleh media penyiaran itu sendiri bisa didapatkan dari sponsor, langganan media dan saham.
7.      Sumber daya manusia
Dalam sebuah lembaga penyiaran tentunya juga memiliki sumber daya manusia atau para pekerja yang berfungsi sesuai dengan tugasnya masing-masing. Sumber daya manusia yang ada dalam media penyiaran seperti wartawan, kameramen, redaktur, editor dan sebagainya.
8.     Market / pasar
Media penyiaran memiliki pasar atau area jangkauan wilayah yang dapat dicapai media.   
9.     Audiens
Media penyiaran tentunya memiliki masing-masing khalayak atau audiens yang beragam. Audiens media penyiaran dapat dibedakan berdasarkan segmentasinya.
10.   Regulator
Regulator merupakan lembaga yang mengatur tentang penyiaran yang berperan sebagai pengawas dari seluruh kegiatan media penyiaran tersebut. Lembaga yang mengatur tentang penyiaran yaitu salah satunya adalah KPPU (Komisi Pengawasan Persaingn Usaha).



Dalam melakukan siarannya media penyiaran menggunakan media elektromagnetik sebagai public domain, oleh karena itu dibutuhkan regulasi atau lembaga pengatur dalam media penyiaran agar setiap saluran tidak saling tumpang tindih. Dengan adanya regulasi tersebut kepemilikan media juga tidak dapat dimonopoli dan isi media juga dapat dibatasi dan dipastikan  tidak mengandung kekerasan sara dan pornografi. 



Minggu, 02 Oktober 2011

Media massa dan budaya massa

Oleh: Ibu Aminah Swarnawati (28/09/2011)




Media massa merupakan alat atau media yang digunakan dalam penyampaian pesan-pesan dari sumber kepada khalayak yang berjumlah besar secara serentak.. Media massa meliputi media cetak seperti koran dan majalah, media elektronik seperti radio dan televisi, serta media digital baru seperti internet. Namun dari semua jenis media massa tersebut, media massa yang penetrasinya lebih luas adalah media televisi karena bisa menjangkau banyak khalayak. Media massa dalam masyarkat mempunyai beberapa fungsi sosial yaitu fungsi pengawasan sosial, fungsi interpretasi, fungsi transmisi nilai dan fungsi hiburan.

Media jelas mempengaruhi khalayak melalui pesan-pesan yang disebarluaskannya secara besar-besaran. Masyarakat yang tidak terkena dampak dari media massa itu sendiri menandakan bahwa kehidupannya masih natural karena belum terpengaruh oleh kehadiran media massa. Media massa mempengaruhi khalayak dalam jangka pendek dan jangka panjang yang tanpa kita sadari kita telah terpengaruh dan dipengaruhi. Pengaruh jangka panjang sering dipersoalkan kerana mempunyai kekuatan tertentu yang dapat mempengaruhi kebudayaan khalayak yang menerima pesan.

Media massa memang berperan untuk membentuk keragaman budaya yang dihasilkan sebagai salah satu akibat pengaruh media terhadap sitem nilai, pikir dan tindakan manusia. Dampak media massa dalam sebuah masyarakat membuat persepsi baru bahwa media massa, masyarakat, budaya massa dan budaya tinggi secara simultan saling berhubungan satu sama lain.

Salah satu tema yang paling menarik tentang pengaruh komunikasi massa terhadap khalayak yang berubah menjadi ciri massa adalah terciptanya budaya massa. Budaya massa adalah budaya populer yang dihasilkan industri produksi massa dan dipasarkan untuk mendapatkan keuntungan pada khalayak konsumen. Sedangkan menurut Bennet dan Tumin kebudayaan massa adalah seperangkat ide bersama dan pola perilaku yang memintas garis sosial-ekonomi dan pengelompokkan sub-kultural dalam suatu masyarakat yang kompleks. Budaya massa juga biasa disebut budaya populer yang diproduksi untuk pasar modal. Menurut aliran frankrut, budaya populer adalah budaya massa yang dihasilkan industri budaya untuk stabilitas maupun kesinambungan kapitalisme. Budaya massa memiliki rumusan, berulang dan bersifat permukaan, mengagungkan kenikmatan, sentimental, sesaat dan menyesatkan dengan mengorbankan nilai-nilai keseriusan, intelektualitas, penghargaan atas waktu.

Iklan dan kekerasan simbolik

Oleh: Ibu Endah Muwarni (28/09/2011)

Jika berbicara tentang komunikasi tentunya kita tidak akan terlepas dari simbol dan tanda-tanda, begitupula dengan iklan yang selalu mengaitkan simbol dan tanda-tanda untuk menunjang suatu pemasaran. Saat ini Iklan telah mengepung kita dari berbagai penjuru dan sepanjang waktu. Kemana saja kita pergi sepanjang hari, kita akan melihat iklan dimana-mana, baik itu di rumah, kantor, kampus, sekolah, stasiun, bandara maupun di tempat-tempat umum lainnya. Pengolah iklan seolah tidak akan melewatkan sejengkal tempat dan waktu untuk beriklan.

Iklan tidak hanya sekedar menunjang pemasaran atau menjual produk, tapi tanpa kita sadari iklan juga berpengaruh dalam membentuk sistem nilai, gaya hidup dan budaya kita. Iklan juga kini mengalami pergeseran fungsi,  iklan tidak hanya memvisualisasikan kualitas dan atribut dari produk yang djualnya, tetapi iklan secara perlahan-lahan juga mencoba untuk membentuk makna dan persepsi khalayak sehingga produk tersebut mempunyai arti sesuatu bagi khalayak yang melihatnya. Dalam konteks inilah iklan mendefinisikan image tentang arti tertentu yang diperoleh ketika orang menggunakan produk tersebut. Proses ini oleh Williamson (1978:20) disebut sebagai Using Product is Currency, yaitu menggunakan produk yang diiklankan sebagai uang untuk membeli produk kedua yang secara langsung tidak terbeli. 

Seperti contohnya iklan susu L-men yang dibintangi oleh seorang pria berotot dengan perut six pack. Iklan ini awalnya terlihat biasa saja namun sedikit demi sedikit iklan ini membentuk persepsi khalayak bahwa tubuh ideal seorang pria adalah harus yang seperti bintang iklan. Selain membeli produknya kita juga bisa bisa mendapatkan tubuh ideal seorang pria dengan perut six pack.




Contoh lainnya yaitu iklan susu WRP yang menampilkan seorang wanita yang memiliki tubuh langsing. Iklan ini membentuk persepsi khalayak bahwa wanita cantik harus memiliki tubuh yang langsing seperti bintang iklan susu WRP tersebut. Hal ini menjadikan setiap orang memiliki persepsi bahwa tubuh yang ideal bagi wanita adalah tubuh yang langsing.





Beberapa contoh iklan di atas tersebut merupakan contoh kekerasan simbolik yang terdapat dalam iklan, oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa tanpa disadari kekerasan simbolik dalam iklan sering kali menerpa masyarakat kita. Masyarakat tidak menyadari bahwa persepsi mereka telah dibentuk sedikit demi sedikit oleh iklan yang sering mereka lihat.

Pollay membagi fungsi komunikasi iklan menjadi 2:

Fungsi informasional, iklan memberitahukan kepada konsumen tentang karakteristik produk.

Fungsi transformasional, iklan berusaha untuk mengubah sikap-sikap yang dimiliki oleh konsumen terhadap merek, pola-pola belanja, gaya hidup, teknik-teknik mencapai sukses dan sebagainya.

Iklan Dalam Pemikiran Ilmuwan Sosial
Baudrillard          

Konteks iklan dalam pemikir Baudrillard yaitu bahwa iklan adalah bagian dari sebuah fenomena sosial bernama consumer society. Objek dalam iklan tidaklah berdiri sendiri melainkan dibentuk oleh sebuah system tanda (sign system) yang mengatur makna dari objek atau komoditas. Analisis Baudrillard berkontribusi dalam mengembangkan analisis mengenai produksi dan reproduksi pesan yang melibatkan peran dari citra (image) pada masyarakat kontemporer.



Barthes
Barthes menganalisa iklan sebagaimana layaknya seorang ahli linguistik, ia tertarik untuk membongkar makna dari pesan-pesan yang disampaikan lewat image maupun teks dalam media fenomena sosial lainnya. Makna ini dibongkar dengan terlebih dahulu menganalisa tanda-tanda yang merepresentasikan makna, dengan menggunakan semiotik sebagai kerangka analisa. Barthes memahami iklan sebagai signs yang mengatur makna yang ingin disampaikan oleh pembuat iklan. Makna ideologis yang dimiliki iklan dibuat senetral mungkin, proses signifikasi (pembuatan tanda/sign) yang kemudian disebut Barthes sebagai myth.


Iklan dengan konsep kekerasan simbolik Bourdieu


Bagi Bourdieu, seluruh tingkatan pedagogis (sarana pendidikan) baik itu yang diselenggarakan di rumah, sekolah, media atau dimanapun memiliki muatan kekerasan simbolik selama pelaku memiliki kuasa dalam menentukan system nilai atas pelaku lainnya. Diasumsikan bahwa media dan iklan merupakan sarana yang digunakan untuk melakukan tindakan pedagogis dari kelas/kelompok sosial tertentu. Iklan menjadi sebuah mesin kekerasan simbolik yang bisa menciptakan system kategorisasi, klasifikasi, dan definisi sosial tertentu sesuai kepentingan kelas/kelompok dominan. Image-image simbolik yang diproduksi iklan seperti misalnya kebohongan, keharmonisan, kecantikan, kejantanan, gaya hidup modern pada dasarnya merupakan system nilai yang dimiliki kelas satu atau kelompok dominan yang diedukasi dan ditanamkan pada suatu kelompok masyarakat tertentu. Proses penanaman nilai melalui iklan dapat membentuk habitus tentang system nilai tersebut. Sehingga iklan tidak hanya menciptakan subjek yang dapat meregulasi diri terkait konsumsi produk namun juga subjek yang dapat merugalasi diri terkait klasifikasi dunia social, disini kemudian terjadilah kekerasan simbolik.